Para terdakwa menunggu untuk disidangkan

ruang tahanan Pengadilan Negeri Bandung, tempat para terdakwa menunggu giliran untuk disidangkan.

Blog Hendra Septianus

sekedar cacatan secuil pemikiran dan kegelisahan.

Lokasi objek perkara

Acara pemeriksaan setempat objek perkara jamika lama Bandung.

Foto bersama rekan seprofesi dan senior

rekan dan senior yang mengajarkan semua hal tentang profesi Advokat, Nobile Officium.

Pesan pesan Tan Malaka

Selama ada penindasan selama itu pula ada perlawanan.

Saturday, February 23, 2013

PERLINDUNGAN KONSUMEN



Dalam undang-undang nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen, Pasal 4 huruf b menyebutkan :
“hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa
tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan”

Dimana undang-undang konsumen memberikan kepastian hukum akan hak konsumen untuk mendapatkan barang/jasa sebagaimana telah dijanjikan oleh produsen. Tetapi, sering kita jumpai atau mungkin dialami barang/ jasa diperdagangkan oleh produsen tidak sesuai dengan apa yang telah dijanjikan.

Seperti contoh jasa penyedia koneksi internet, jaringan seluler, produk makanan yang tidak mencantumkan kadarluarsa, komposisi yang tidak sesuai, dan masih banyak produk-produk yang dirasa tidak sesuai dengan apa yang dijanjikan oleh produsen tersebut dalam iklan dimedia-media massa.

Pasal 9 ayat (1) huruf a undang-undang konsumen menyebutkan :
“ (1) Pelaku usaha dilarang menawarkan, memproduksikan, mengiklankan suatu barang
dan/atau jasa secara tidak benar, dan/atau seolaholah:
  1. barang tersebut telah memenuhi dan/atau memiliki potongan harga, harga khusus,
standar mutu tertentu, gaya atau mode tertentu, karakteristik tertentu, sejarah atau
guna tertentu”

Melihat kondisi tersebut, kadang konsumen tidak dapat berbuat apa-apa, pasrah dengan apa yang didapat walaupun tidak sesuai dengan apa yang telah dijanjikan oleh produsen.

Sikap tersebut disebabkan kurang pahamnya konsumen akan hak-hak mereka, dan tidak tahu harus kemana menuntut hak mereka dan juga sikap “tidak mau repot”. Maka dari itu, diperlukan suatu tindakan nyata dalam mensosialisakan undang-undang konsumen ke masyarakat luas.

Bahwa salah satu pertimbangan dibuatnya suatu perundang-undangan yang mengatur perlindungan hak konsumen adalah untuk meningkatkan harkat dan martabat konsumen perlu meningkatkan kesadaran, pengetahuan, kepedulian, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi dirinya serta menumbuhkembangkan sikap perilaku usaha yang bertanggung jawab.

Undang-undang Konsumen memberikan perlindungan dan jaminan hak terhadap konsumen tidak hanya dari barang atau jasa yang diproduksi atau didapat dari pelaku usaha dalam skala besar tapi juga meliputi pelaku usaha dalam skala kecil.


Ketentuan Pidana

Undang-undang Perlindungan Konsumen mengatur ketentuan-ketentuan pidana bilamana pelaku usaha melanggar larangan-larangan sebagaimana disebutkan dalam undang-undang perlindungan konsumen tersebut.

Adapun pasal-pasal yang mengatur ketentuan pidana adalah :

“Dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 2.000.000.000,00 (dua milyar rupiah)”
Pasal 8 :
(1) Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang:
a.     tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan danketentuan peraturan perundangundangan;
b.    tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan jumlah dalam hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut;
c.     tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan dan jumlah dalam hitungan menurut ukuran yang sebenarnya;
d.    tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut
e.     tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya, mode,atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut;
f.      tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut;
g.     tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa atau jangka waktu penggunaan/ pemanfaatan yang paling baik atas barang tertentu;
h.    tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana pernyataan "halal" yang dicantumkan dalam label;
i.      tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat nama barang, ukuran, berat/isi bersih atau netto, komposisi, aturan pakai, tanggal pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat pelaku usaha serta keterangan lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus dipasang/ dibuat;
j.      tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang rusak, cacat atau bekas, dan tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar atas barang dimaksud.
(3) Pelaku usaha dilarang memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan yang rusak, cacat atau bekas dan tercemar, dengan atau tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar.
(4) Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran pada ayat (1) dan ayat (2) dilarang memperdagangkan barang dan/atau jasa tersebut serta wajib menariknya dari peredaran.

Pasal 9
(1) Pelaku usaha dilarang menawarkan, memproduksikan, mengiklankan suatu barang dan/atau jasa secara tidak benar, dan/atau seolaholah:
a.     barang tersebut telah memenuhi dan/atau memiliki potongan harga, harga khusus, standar mutu tertentu, gaya atau mode tertentu, karakteristik tertentu, sejarah atau guna tertentu;
b.    barang tersebut dalam keadaan baik dan/atau baru;
c.     barang dan/atau jasa tersebut telah mendapatkan dan/atau memiliki sponsor, persetujuan, perlengkapan tertentu, keuntungan tertentu, cirri-ciri kerja atau aksesori tertentu;
d.    barang dan/atau jasa tersebut dibuat oleh perusahaan yang mempunyai sponsor, persetujuan atau afiliasi;
e.     barang dan/atau jasa tersebut tersedia;
f.      barang tersebut tidak mengandung cacat tersembunyi;
g.     barang tersebut merupakan kelengkapan dari barang tertentu;
h.    barang tersebut berasal dari daerah tertentu;
i.      secara langsung atau tidak langsung merendahkan barang dan/atau jasa lain;
j.      menggunakan kata-kata yang berlebihan, seperti aman, tidak berbahaya, tidak mengandung risiko atau efek sampingan tampak keterangan yang lengkap;
k.    menawarkan sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti.
(2) Barang dan/atau jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang untuk diperdagangkan.
(3) Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran terhadap ayat (1) dilarang melanjutkan penawaran, promosi, dan pengiklanan barang dan/atau jasa tersebut.

Pasal 10
Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk
diperdagangkan dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan atau membuat
pernyataan yang tidak benar atau menyesatkan mengenai:
a. harga atau tarif suatu barang dan/atau jasa;
b. kegunaan suatu barang dan/atau jasa;
c. kondisi, tanggungan, jaminan, hak atau ganti rugi atas suatu barang dan/atau jasa;
d. tawaran potongan harga atau hadiah menarik yang ditawarkan;
e. bahaya penggunaan barang dan/atau jasa.

Pasal 13 Ayat (2) : Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan atau mengiklankan obat, obat tradisional, suplemen makanan, alat kesehatan, dan jasa pelayanan kesehatan dengan cara menjanjikan pemberian hadiah berupa barang dan/atau jasa lain.
Pasal 15
Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang dilarang melakukan dengan
cara pemaksaan atau cara lain yang dapat menimbulkan gangguan baik fisik maupun psikis
terhadap konsumen.

Pasal 17
(1) Pelaku usaha periklanan dilarang memproduksi iklan yang:
a.     mengelabui konsumen mengenai kualitas, kuantitas, bahan, kegunaan dan harga barang dan/atau tarif jasa serta ketepatan waktu penerimaan barang dan/atau jasa;
b.    mengelabui jaminan/garansi terhadap barang dan/atau jasa;
c.     memuat informasi yang keliru, salah, atau tidak tepat mengenai barang dan/atau jasa;
e.     mengeksploitasi kejadian dan/atau seseorang tanpa seizin yang berwenang atau persetujuan yang bersangkutan;
f.      melanggar etika dan/atau ketentuan peraturan perundangundangan mengenai periklanan.
(2) Pelaku usaha periklanan dilarang melanjutkan peredaran iklan yang telah melanggar
ketentuan pada ayat (1).
Pasal 18
(1) Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan klausula baku pada setiap dokumen dan/atau perjanjian apabila:
a.     menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha;
b.    menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen;
c.     menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali uang yang dibayarkan atas barang dan/atau jasa yang dibeli oleh konsumen;
d.    menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran;
e.     mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen;
f.      memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi obyek jual beli jasa;
g.     menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru, tambahan, lanjutan dan/atau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya;
h.    menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan terhadap barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran.
(2) Pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang letak atau bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas, atau yang pengungkapannya sulit dimengerti.
(3) Setiap klausula baku yang telah ditetapkan oleh pelaku usaha pada dokumen atau perjanjian yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dinyatakan batal demi hukum.
(4) Pelaku usaha wajib menyesuaikan klausula baku yang bertentangan dengan undangundang ini.

“Dipidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)”
Pasal 11
Pelaku usaha dalam hal penjualan yang dilakukan melalui cara obral atau lelang, dilarang mengelabui/ menyesatkan konsumen dengan;
a.  menyatakan barang dan/atau jasa tersebut seolaholah telah memenuhi standar mutu tertentu;
b.  menyatakan barang dan/atau jasa tersebut seolah-olah tidak mengandung cacat tersembunyi;
c.  tidak berniat untuk menjual barang yang ditawarkan melainkan dengan maksud untuk menjual barang lain;
d.  tidak menyediakan barang dalam jumlah tertentu dan/atau jumlah yang cukup dengan maksud menjual barang yang lain;
e.  tidak menyediakan jasa dalam kapasitas tertentu atau dalam jumlah cukup denganm maksud menjual jasa yang lain;
f.  menaikkan harga atau tarif barang dan/atau jasa sebelum melakukan obral.

Pasal 12
Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan atau mengiklankan suatu barang dan/atau jasa dengan harga atau tarif khusus dalam waktu dan jumlah tertentu, jika pelaku usaha tersebut tidak  bermaksud untuk melaksanakannya sesuai dengan waktu dan jumlah yang ditawarkan, dipromosikan, atau diiklankan.

Pasal 13 ayat (1) Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, atau mengiklankan suatu barang dan/jasa dengan cara menjanjikan pemberian hadiah berupa barang dan/atau jasa lain secara Cuma-cuma

Pasal 14
Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dengan memberikan hadiah melalui cara undian, dilarang untuk:
a. tidak melakukan penarikan hadiah setelah batas waktu yang dijanjikan;
b. mengumumkan hasilnya tidak melalui media massa;
c. memberikan hadiah tidak sesuai dengan yang dijanjikan;
d. mengganti hadiah yang tidak setara dengan nilai hadiah yang dijanjikan.

Pasal 16
Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa melalui pesanan dilarang untuk:
a. tidak menepati pesanan dan/atau kesepakatan waktu penyelesaian sesuai dengan yang dijanjikan;
b. tidak menepati janji atas suatu pelayanan dan/atau prestasi.

Pasal 17
(1) Pelaku usaha periklanan dilarang memproduksi iklan yang:
d. tidak memuat informasi mengenai risiko pemakaian barang dan/atau jasa;
f. melanggar etika dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai periklanan.

Selain sanksi pidana disebut diatas, dapat juga dijatuhi hukuman ganti rugi, pencabutan ijin usaha dan penarikan barang dari peredaran.

Penyelesaian Sengketa 
Dalam menyelesaikan masalah konsumen ada 2 cara yang dapat ditempuh oleh konsumen, yaitu : melalui Pengadilan atau penyelesaian di luar Pengadilan.
Untuk penyelesaian di luar Pengadilan dapat diselesaikan melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen dengan tujuan untuk mencapai kesepakatan ganti rugi dan atau mencari langkah penyelesaian tertentu yang dapat disepakati dan diterima oleh kedua belah pihak. 
Dan, penyelesaian melalui jalur Pengadian berlaku ketentuan tentang acuan peradilan umum dengan memperhatikan ketentuan Pasal 45 Undang-undang Pelindungan Konsumen.
Pasal 45
(1)   Setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha atau melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum.
(2)   Penyelesaian sengketa konsumen dapat ditempuh melalui pengadilan atau diluar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa.
(3)   Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak menghilangkan tanggung jawab pidana sebagaimana diatur dalam Undangundang.
(4)   Apabila telah dipilih upaya penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan, gugatan melalui pengadilan hanya dapat ditempuh apabila upaya tersebut dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu pihak atau oleh para pihak yang bersengketa.

Kontak Kami

Email
Phone

###
-
###
-
####
Nama

Pesan/Kronologis
Powered byEMF Online Poll

Tuesday, February 12, 2013

Prosedur Eksekusi


Prosedur Eksekusi

Eksekusi Hak Tanggungan
1.     Pasal 1 butir (1) Undang-undang No. 4 Tahun 1996 menyebutkan bahwa Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, yang selanjutnya disebut Hak Tanggungan, adalah jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah milik, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain.
2.  Pemberian Hak Tanggungan didahului dengan janji untuk memberikan Hak Tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang tertentu, yang dituangkan di dalam dan merupakan bagian tak terpisahkan dari perjanjian utang-piutang yang bersangkutan suatu perjanjian lainnya yang menimbulkan utang tersebut, dan pemberian Hak Tanggungan tersebut dilakukan dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan oleh PPAT (Pasal 10 ayat (1) dan (2) Undang¬-undang No. 4 Tahun 1996).
3.  Pemberian Hak Tanggungan wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan, dan sebagai bukti adanya Hak Tanggungan, Kantor Pendaftaran Tanah menerbitkan Sertifikat Hak Tanggungan yang memuat irah-irah “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA” (Pasal 13 ayat (I), Pasal 14 ayat (1) dan (2) Undang-undang No. 4 Tahun 1996).
4.      Sertifikat Hak Tanggungan mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan apabila debitur cidera janji maka berdasarkan titel eksekutorial yang terdapat dalam sertifikat Hak Tanggungan tersebut, pemegang hak tanggungan mohon eksekusi sertifikat hak tanggungan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang berwenang. Kemudian eksekusi akan dilakukan seperti eksekusi putusan yang telah berkekuatan hukum tetap.
5.   Atas kesepakatan pemberi dan pemegang Hak Tanggungan, penjualan obyek Hak Tanggungan dapat dilaksanakan dibawah tangan, jika dengan demikian itu akan diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan semua pihak (Pasal 20 ayat (2) Undang-undang No.4 Tahun 1996).
6.     Pelaksanaan penjualan dibawah tangan tersebut hanya dapat dilakukan setelah lewat 1 (satu) bulan sejak diberitahukan secara tertulis oleh pembeli dan/ atau pemegang Hak Tanggungan kepada pihak-pihak yang berkepentingan dan diumumkan sedikit-dikitnya dalam 2 (dua) surat kabar yang beredar di daerah yang bersangkutan dan/ atau media massa setempat, serta tidak ada pihak yang menyatakan keberatan (Pasal 20 ayat (3) Undang-undang No. 4 Tahun 1996).
7.   Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan wajib dibuat dengan akta notaris atau akta PPAT, dan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1.       tidak memuat kuasa untuk melakukan perbuatan hukum lain dari pada membebankan Hak Tanggungan;
2.       tidak memuat kuasa substitusi;
3.    mencantumkan secara jelas obyek Hak Tanggungan, jumlah utang dan nama serta identitas kreditornya, nama dan  identitas debitur apabila debitur bukan pemberi Hak Tanggungan;
8.     Eksekusi hak tanggungan dilaksanakan seperti eksekusi putusan Pengadilan yang berkekuatan hukum yang tetap.
9.    Eksekusi dimulai dengan teguran dan berakhir dengan pelelangan tanah yang dibebani dengan Hak tanggungan.
10.   Setelah dilakukan pelelangan terhadap tanah yang dibebani Hak tanggungan dan uang hasil lelang diserahkan kepada Kreditur, maka hak tanggungan yang membebani tanah tersebut akan diroya dan tanah tersebut akan diserahkan secara bersih, dan bebas dan semua beban, kepada pembeli lelang.
11.   Apabila terlelang tidak mau meninggalkan tanah tersebut, maka berlakulah ketentuan yang terdapat dalam Pasal 200 ayat (11) HIR.
12.   Hal ini berbeda dengan penjualan berdasarkan janji untuk menjual atas kekuasaan sendiri berdasarkan Pasal 1178 ayat (2) BW, dan Pasal 11 ayat (2) e UU No. 4 Tahun 1996 yang juga dilakukan melalui pelelangan oleh Kantor Lelang Negara atas permohonan pemegang hak tanggungan pertama, Janji ini hanya berlaku untuk pemegang Hak tanggungan pertama saja. Apabila pemegang hak tanggungan pertama telah membuat janji untuk tidak dibersihkan (Pasal 1210 BW dan pasal 11 ayat (2) j UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan), maka apabila ada Hak tanggungan lain-¬lainnya dan hasil lelang tidak cukup untuk membayar semua Hak tanggungan yang membebani tanah yang bersangkutan, maka hak tanggungan yang tidak terbayar itu, akan tetap membebani persil yang bersangkutan, meskipun sudah dibeli oleh pembeli dan pelelangan yang sah. Jadi pembeli lelang memperoleh tanah tersebut dengan beban-beban hak tanggungan yang belum terbayar. Terlelang tetap harus meninggalkan tanah tersebut dan apabila ia membangkang, ia dan keluarganya, akan dikeluarkan dengan paksa.
13.  Dalam hal lelang telah diperintahkan oleh Ketua Pengadilan Negeri, maka lelang tersebut hanya dapat ditangguhkan oleh Ketua Pengadilan Negeri dan tidak dapat ditangguhkan dengan alasan apapun oleh pejabat instansi lain, karena lelang yang diperintahkan oleh Ketua Pengadilan Negeri dan dilaksanakan oleh Kantor Lelang Negara, adalah dalam rangka eksekusi, dan bukan merupakan putusan dari Kantor Lelang Negara.
14.   Penjualan (lelang) benda tetap harus di umumkan dua kali dengan berselang lima belas hari di harian yang terbit di kota itu atau kota yang berdekatan dengan obyek yang akan dilelang (Pasal 200 ayat (7) HIR, Pasal 217 RBg).

Sumber:
- Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan Perdata Umum dan Perdata Khusus, Buku II, Edisi 2007, Mahkamah Agung RI, Jakarta,  2008, hlm. 90-92.