Saturday, July 2, 2016
Sunday, June 21, 2015
harus banyak belajar
1:56 AM
1 comment
Sudah lama sekali blog ini tidak di update.terakhir blog ini memuat tulisan 2 tahun yang lalu.
banyak yg harus dibenahi terutama kreatifitas dalam menulis si pemilik blog yg msh serba kekurangan dan byk belajar.
banyak yg harus dibenahi terutama kreatifitas dalam menulis si pemilik blog yg msh serba kekurangan dan byk belajar.
Saturday, February 23, 2013
PERLINDUNGAN KONSUMEN
Dalam undang-undang nomor 8 tahun
1999 tentang perlindungan konsumen, Pasal 4 huruf b menyebutkan :
“hak untuk memilih barang dan/atau
jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa
tersebut sesuai dengan nilai tukar
dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan”
Dimana undang-undang konsumen
memberikan kepastian hukum akan hak konsumen untuk mendapatkan barang/jasa
sebagaimana telah dijanjikan oleh produsen. Tetapi, sering kita jumpai atau
mungkin dialami barang/ jasa diperdagangkan oleh produsen tidak sesuai dengan
apa yang telah dijanjikan.
Seperti contoh jasa penyedia koneksi
internet, jaringan seluler, produk makanan yang tidak mencantumkan kadarluarsa,
komposisi yang tidak sesuai, dan masih banyak produk-produk yang dirasa tidak
sesuai dengan apa yang dijanjikan oleh produsen tersebut dalam iklan
dimedia-media massa.
Pasal 9 ayat (1) huruf a
undang-undang konsumen menyebutkan :
“ (1) Pelaku usaha dilarang
menawarkan, memproduksikan, mengiklankan suatu barang
dan/atau jasa secara tidak benar,
dan/atau seolaholah:
- barang tersebut telah memenuhi dan/atau memiliki potongan harga, harga khusus,
standar mutu tertentu, gaya atau
mode tertentu, karakteristik tertentu, sejarah atau
guna tertentu”
Melihat kondisi tersebut, kadang
konsumen tidak dapat berbuat apa-apa, pasrah dengan apa yang didapat walaupun
tidak sesuai dengan apa yang telah dijanjikan oleh produsen.
Sikap tersebut disebabkan kurang
pahamnya konsumen akan hak-hak mereka, dan tidak tahu harus kemana menuntut hak
mereka dan juga sikap “tidak mau repot”. Maka dari itu, diperlukan suatu
tindakan nyata dalam mensosialisakan undang-undang konsumen ke masyarakat luas.
Bahwa salah satu pertimbangan
dibuatnya suatu perundang-undangan yang mengatur perlindungan hak konsumen
adalah untuk meningkatkan harkat dan martabat konsumen perlu meningkatkan
kesadaran, pengetahuan, kepedulian, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk
melindungi dirinya serta menumbuhkembangkan sikap perilaku usaha yang
bertanggung jawab.
Undang-undang Konsumen memberikan
perlindungan dan jaminan hak terhadap konsumen tidak hanya dari barang atau
jasa yang diproduksi atau didapat dari pelaku usaha dalam skala besar tapi juga
meliputi pelaku usaha dalam skala kecil.
Ketentuan Pidana
Undang-undang Perlindungan Konsumen
mengatur ketentuan-ketentuan pidana bilamana pelaku usaha melanggar
larangan-larangan sebagaimana disebutkan dalam undang-undang perlindungan
konsumen tersebut.
Adapun pasal-pasal yang mengatur
ketentuan pidana adalah :
“Dipidana dengan pidana penjara
paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 2.000.000.000,00
(dua milyar rupiah)”
Pasal 8 :
(1) Pelaku usaha dilarang
memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang:
a.
tidak memenuhi atau tidak sesuai
dengan standar yang dipersyaratkan danketentuan peraturan perundangundangan;
b.
tidak sesuai dengan berat bersih,
isi bersih atau netto, dan jumlah dalam hitungan sebagaimana yang dinyatakan
dalam label atau etiket barang tersebut;
c.
tidak sesuai dengan ukuran, takaran,
timbangan dan jumlah dalam hitungan menurut ukuran yang sebenarnya;
d.
tidak sesuai dengan kondisi,
jaminan, keistimewaan atau kemanjuran sebagaimana dinyatakan dalam label,
etiket atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut
e.
tidak sesuai dengan mutu, tingkatan,
komposisi, proses pengolahan, gaya, mode,atau penggunaan tertentu sebagaimana
dinyatakan dalam label atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut;
f.
tidak sesuai dengan janji yang
dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan atau promosi penjualan barang
dan/atau jasa tersebut;
g.
tidak mencantumkan tanggal
kadaluwarsa atau jangka waktu penggunaan/ pemanfaatan yang paling baik atas
barang tertentu;
h.
tidak mengikuti ketentuan berproduksi
secara halal, sebagaimana pernyataan "halal" yang dicantumkan dalam
label;
i.
tidak memasang label atau membuat
penjelasan barang yang memuat nama barang, ukuran, berat/isi bersih atau netto,
komposisi, aturan pakai, tanggal pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat
pelaku usaha serta keterangan lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan
harus dipasang/ dibuat;
j.
tidak mencantumkan informasi
dan/atau petunjuk penggunaan barang dalam bahasa Indonesia sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Pelaku usaha dilarang
memperdagangkan barang yang rusak, cacat atau bekas, dan tercemar tanpa
memberikan informasi secara lengkap dan benar atas barang dimaksud.
(3) Pelaku usaha dilarang
memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan yang rusak, cacat atau bekas dan
tercemar, dengan atau tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar.
(4) Pelaku usaha yang melakukan
pelanggaran pada ayat (1) dan ayat (2) dilarang memperdagangkan barang dan/atau
jasa tersebut serta wajib menariknya dari peredaran.
Pasal 9
(1) Pelaku usaha dilarang
menawarkan, memproduksikan, mengiklankan suatu barang dan/atau jasa secara
tidak benar, dan/atau seolaholah:
a.
barang tersebut telah memenuhi
dan/atau memiliki potongan harga, harga khusus, standar mutu tertentu, gaya
atau mode tertentu, karakteristik tertentu, sejarah atau guna tertentu;
b.
barang tersebut dalam keadaan baik
dan/atau baru;
c.
barang dan/atau jasa tersebut telah
mendapatkan dan/atau memiliki sponsor, persetujuan, perlengkapan tertentu,
keuntungan tertentu, cirri-ciri kerja atau aksesori tertentu;
d.
barang dan/atau jasa tersebut dibuat
oleh perusahaan yang mempunyai sponsor, persetujuan atau afiliasi;
e.
barang dan/atau jasa tersebut
tersedia;
f.
barang tersebut tidak mengandung
cacat tersembunyi;
g.
barang tersebut merupakan
kelengkapan dari barang tertentu;
h.
barang tersebut berasal dari daerah
tertentu;
i.
secara langsung atau tidak langsung
merendahkan barang dan/atau jasa lain;
j.
menggunakan kata-kata yang
berlebihan, seperti aman, tidak berbahaya, tidak mengandung risiko atau efek
sampingan tampak keterangan yang lengkap;
k.
menawarkan sesuatu yang mengandung
janji yang belum pasti.
(2) Barang dan/atau jasa sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilarang untuk diperdagangkan.
(3) Pelaku usaha yang melakukan
pelanggaran terhadap ayat (1) dilarang melanjutkan penawaran, promosi, dan
pengiklanan barang dan/atau jasa tersebut.
Pasal 10
Pelaku usaha dalam menawarkan barang
dan/atau jasa yang ditujukan untuk
diperdagangkan dilarang menawarkan,
mempromosikan, mengiklankan atau membuat
pernyataan yang tidak benar atau
menyesatkan mengenai:
a. harga atau tarif suatu barang
dan/atau jasa;
b. kegunaan suatu barang dan/atau
jasa;
c. kondisi, tanggungan, jaminan, hak
atau ganti rugi atas suatu barang dan/atau jasa;
d. tawaran potongan harga atau
hadiah menarik yang ditawarkan;
e. bahaya penggunaan barang dan/atau
jasa.
Pasal 13 Ayat (2) : Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan atau
mengiklankan obat, obat tradisional, suplemen makanan, alat kesehatan, dan jasa
pelayanan kesehatan dengan cara menjanjikan pemberian hadiah berupa barang
dan/atau jasa lain.
Pasal 15
Pelaku usaha dalam menawarkan barang
dan/atau jasa yang dilarang melakukan dengan
cara pemaksaan atau cara lain yang
dapat menimbulkan gangguan baik fisik maupun psikis
terhadap konsumen.
Pasal 17
(1) Pelaku usaha periklanan dilarang
memproduksi iklan yang:
a.
mengelabui konsumen mengenai
kualitas, kuantitas, bahan, kegunaan dan harga barang dan/atau tarif jasa serta
ketepatan waktu penerimaan barang dan/atau jasa;
b.
mengelabui jaminan/garansi terhadap
barang dan/atau jasa;
c.
memuat informasi yang keliru, salah,
atau tidak tepat mengenai barang dan/atau jasa;
e.
mengeksploitasi kejadian dan/atau
seseorang tanpa seizin yang berwenang atau persetujuan yang bersangkutan;
f.
melanggar etika dan/atau ketentuan
peraturan perundangundangan mengenai periklanan.
(2) Pelaku usaha periklanan dilarang
melanjutkan peredaran iklan yang telah melanggar
ketentuan pada ayat (1).
Pasal 18
(1) Pelaku usaha dalam menawarkan
barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan
klausula baku pada setiap dokumen dan/atau perjanjian apabila:
a.
menyatakan pengalihan tanggung jawab
pelaku usaha;
b.
menyatakan bahwa pelaku usaha berhak
menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen;
c.
menyatakan bahwa pelaku usaha berhak
menolak penyerahan kembali uang yang dibayarkan atas barang dan/atau jasa yang
dibeli oleh konsumen;
d.
menyatakan pemberian kuasa dari
konsumen kepada pelaku usaha baik secara langsung maupun tidak langsung untuk
melakukan segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli oleh
konsumen secara angsuran;
e.
mengatur perihal pembuktian atas
hilangnya kegunaan barang atau pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen;
f.
memberi hak kepada pelaku usaha
untuk mengurangi manfaat jasa atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang
menjadi obyek jual beli jasa;
g.
menyatakan tunduknya konsumen kepada
peraturan yang berupa aturan baru, tambahan, lanjutan dan/atau pengubahan
lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan
jasa yang dibelinya;
h.
menyatakan bahwa konsumen memberi
kuasa kepada pelaku usaha untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak
jaminan terhadap barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran.
(2) Pelaku usaha dilarang
mencantumkan klausula baku yang letak atau bentuknya sulit terlihat atau tidak
dapat dibaca secara jelas, atau yang pengungkapannya sulit dimengerti.
(3) Setiap klausula baku yang telah
ditetapkan oleh pelaku usaha pada dokumen atau perjanjian yang memenuhi
ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dinyatakan batal demi
hukum.
(4) Pelaku usaha wajib menyesuaikan
klausula baku yang bertentangan dengan undangundang ini.
“Dipidana penjara paling lama 2
(dua) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah)”
Pasal 11
Pelaku usaha dalam hal penjualan
yang dilakukan melalui cara obral atau lelang, dilarang mengelabui/ menyesatkan
konsumen dengan;
a. menyatakan barang dan/atau
jasa tersebut seolaholah telah memenuhi standar mutu tertentu;
b. menyatakan barang dan/atau
jasa tersebut seolah-olah tidak mengandung cacat tersembunyi;
c. tidak berniat untuk menjual
barang yang ditawarkan melainkan dengan maksud untuk menjual barang lain;
d. tidak menyediakan barang
dalam jumlah tertentu dan/atau jumlah yang cukup dengan maksud menjual barang
yang lain;
e. tidak menyediakan jasa
dalam kapasitas tertentu atau dalam jumlah cukup denganm maksud menjual jasa
yang lain;
f. menaikkan harga atau tarif
barang dan/atau jasa sebelum melakukan obral.
Pasal 12
Pelaku usaha dilarang menawarkan,
mempromosikan atau mengiklankan suatu barang dan/atau jasa dengan harga atau
tarif khusus dalam waktu dan jumlah tertentu, jika pelaku usaha tersebut tidak
bermaksud untuk melaksanakannya sesuai dengan waktu dan jumlah yang
ditawarkan, dipromosikan, atau diiklankan.
Pasal 13 ayat (1) Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, atau
mengiklankan suatu barang dan/jasa dengan cara menjanjikan pemberian hadiah
berupa barang dan/atau jasa lain secara Cuma-cuma
Pasal 14
Pelaku usaha dalam menawarkan barang
dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dengan memberikan hadiah
melalui cara undian, dilarang untuk:
a. tidak melakukan penarikan hadiah setelah
batas waktu yang dijanjikan;
b. mengumumkan hasilnya tidak
melalui media massa;
c. memberikan hadiah tidak sesuai
dengan yang dijanjikan;
d. mengganti hadiah yang tidak
setara dengan nilai hadiah yang dijanjikan.
Pasal 16
Pelaku usaha dalam menawarkan barang
dan/atau jasa melalui pesanan dilarang untuk:
a. tidak menepati pesanan dan/atau
kesepakatan waktu penyelesaian sesuai dengan yang dijanjikan;
b. tidak menepati janji atas suatu
pelayanan dan/atau prestasi.
Pasal 17
(1) Pelaku usaha periklanan dilarang
memproduksi iklan yang:
d. tidak memuat informasi mengenai
risiko pemakaian barang dan/atau jasa;
f. melanggar etika dan/atau
ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai periklanan.
Selain sanksi pidana disebut diatas,
dapat juga dijatuhi hukuman ganti rugi, pencabutan ijin usaha dan penarikan
barang dari peredaran.
Penyelesaian Sengketa
Dalam menyelesaikan masalah konsumen
ada 2 cara yang dapat ditempuh oleh konsumen, yaitu : melalui Pengadilan atau
penyelesaian di luar Pengadilan.
Untuk penyelesaian di luar
Pengadilan dapat diselesaikan melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen
dengan tujuan untuk mencapai kesepakatan ganti rugi dan atau mencari langkah
penyelesaian tertentu yang dapat disepakati dan diterima oleh kedua belah pihak.
Dan, penyelesaian melalui jalur
Pengadian berlaku ketentuan tentang acuan peradilan umum dengan memperhatikan
ketentuan Pasal 45 Undang-undang Pelindungan Konsumen.
Pasal 45
(1)
Setiap konsumen yang dirugikan dapat
menggugat pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa
antara konsumen dan pelaku usaha atau melalui peradilan yang berada di
lingkungan peradilan umum.
(2)
Penyelesaian sengketa konsumen dapat
ditempuh melalui pengadilan atau diluar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela
para pihak yang bersengketa.
(3)
Penyelesaian sengketa di luar
pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak menghilangkan tanggung
jawab pidana sebagaimana diatur dalam Undangundang.
(4)
Apabila telah dipilih upaya
penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan, gugatan melalui pengadilan
hanya dapat ditempuh apabila upaya tersebut dinyatakan tidak berhasil oleh
salah satu pihak atau oleh para pihak yang bersengketa.
Tuesday, February 12, 2013
Prosedur Eksekusi
Prosedur
Eksekusi
Eksekusi Hak Tanggungan
1.
Pasal 1 butir (1)
Undang-undang No. 4 Tahun 1996 menyebutkan bahwa Hak Tanggungan atas
tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, yang selanjutnya disebut
Hak Tanggungan, adalah jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana
dimaksud dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok-pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan
satu kesatuan dengan tanah milik, untuk pelunasan utang tertentu, yang
memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap
kreditor-kreditor lain.
2. Pemberian
Hak Tanggungan didahului dengan janji untuk memberikan Hak Tanggungan sebagai
jaminan pelunasan utang tertentu, yang dituangkan di dalam dan merupakan bagian
tak terpisahkan dari perjanjian utang-piutang yang bersangkutan suatu
perjanjian lainnya yang menimbulkan utang tersebut, dan pemberian Hak
Tanggungan tersebut dilakukan dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan
oleh PPAT (Pasal 10 ayat (1) dan (2) Undang¬-undang No. 4 Tahun 1996).
3. Pemberian Hak Tanggungan
wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan, dan sebagai bukti adanya Hak
Tanggungan, Kantor Pendaftaran Tanah menerbitkan Sertifikat Hak Tanggungan yang
memuat irah-irah “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA” (Pasal 13
ayat (I), Pasal 14 ayat (1) dan (2) Undang-undang No. 4 Tahun 1996).
4.
Sertifikat Hak Tanggungan mempunyai kekuatan
eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap, dan apabila debitur cidera janji maka berdasarkan titel
eksekutorial yang terdapat dalam sertifikat Hak Tanggungan tersebut, pemegang
hak tanggungan mohon eksekusi sertifikat hak tanggungan kepada Ketua Pengadilan
Negeri yang berwenang. Kemudian eksekusi akan dilakukan seperti eksekusi
putusan yang telah berkekuatan hukum tetap.
5. Atas kesepakatan pemberi
dan pemegang Hak Tanggungan, penjualan obyek Hak Tanggungan dapat dilaksanakan
dibawah tangan, jika dengan demikian itu akan diperoleh harga tertinggi yang
menguntungkan semua pihak (Pasal 20 ayat (2) Undang-undang No.4 Tahun 1996).
6. Pelaksanaan penjualan dibawah
tangan tersebut hanya dapat dilakukan setelah lewat 1 (satu) bulan sejak
diberitahukan secara tertulis oleh pembeli dan/ atau pemegang Hak Tanggungan
kepada pihak-pihak yang berkepentingan dan diumumkan sedikit-dikitnya dalam 2
(dua) surat kabar yang beredar di daerah yang bersangkutan dan/ atau media
massa setempat, serta tidak ada pihak yang menyatakan keberatan (Pasal 20 ayat
(3) Undang-undang No. 4 Tahun 1996).
7. Surat Kuasa Membebankan
Hak Tanggungan wajib dibuat dengan akta notaris atau akta PPAT, dan harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1. tidak memuat kuasa untuk melakukan perbuatan
hukum lain dari pada membebankan Hak Tanggungan;
2. tidak memuat kuasa substitusi;
3.
mencantumkan secara jelas obyek Hak
Tanggungan, jumlah utang dan nama serta identitas kreditornya, nama dan
identitas debitur apabila debitur bukan pemberi Hak Tanggungan;
8.
Eksekusi hak tanggungan
dilaksanakan seperti eksekusi putusan Pengadilan yang berkekuatan hukum yang
tetap.
9. Eksekusi dimulai dengan
teguran dan berakhir dengan pelelangan tanah yang dibebani dengan Hak
tanggungan.
10.
Setelah dilakukan
pelelangan terhadap tanah yang dibebani Hak tanggungan dan uang hasil lelang
diserahkan kepada Kreditur, maka hak tanggungan yang membebani tanah tersebut
akan diroya dan tanah tersebut akan diserahkan secara bersih, dan bebas dan
semua beban, kepada pembeli lelang.
11. Apabila terlelang tidak
mau meninggalkan tanah tersebut, maka berlakulah ketentuan yang terdapat dalam
Pasal 200 ayat (11) HIR.
12.
Hal ini berbeda dengan
penjualan berdasarkan janji untuk menjual atas kekuasaan sendiri berdasarkan
Pasal 1178 ayat (2) BW, dan Pasal 11 ayat (2) e UU No. 4 Tahun 1996 yang juga
dilakukan melalui pelelangan oleh Kantor Lelang Negara atas permohonan pemegang
hak tanggungan pertama, Janji ini hanya berlaku untuk pemegang Hak tanggungan
pertama saja. Apabila pemegang hak tanggungan pertama telah membuat janji untuk
tidak dibersihkan (Pasal 1210 BW dan pasal 11 ayat (2) j UU No. 4 Tahun 1996
tentang Hak Tanggungan), maka apabila ada Hak tanggungan lain-¬lainnya dan
hasil lelang tidak cukup untuk membayar semua Hak tanggungan yang membebani
tanah yang bersangkutan, maka hak tanggungan yang tidak terbayar itu, akan
tetap membebani persil yang bersangkutan, meskipun sudah dibeli oleh pembeli
dan pelelangan yang sah. Jadi pembeli lelang memperoleh tanah tersebut dengan
beban-beban hak tanggungan yang belum terbayar. Terlelang tetap harus
meninggalkan tanah tersebut dan apabila ia membangkang, ia dan keluarganya,
akan dikeluarkan dengan paksa.
13. Dalam hal lelang telah
diperintahkan oleh Ketua Pengadilan Negeri, maka lelang tersebut hanya dapat
ditangguhkan oleh Ketua Pengadilan Negeri dan tidak dapat ditangguhkan dengan
alasan apapun oleh pejabat instansi lain, karena lelang yang diperintahkan oleh
Ketua Pengadilan Negeri dan dilaksanakan oleh Kantor Lelang Negara, adalah
dalam rangka eksekusi, dan bukan merupakan putusan dari Kantor Lelang Negara.
14.
Penjualan (lelang) benda
tetap harus di umumkan dua kali dengan berselang lima belas hari di harian yang
terbit di kota itu atau kota yang berdekatan dengan obyek yang akan dilelang
(Pasal 200 ayat (7) HIR, Pasal 217 RBg).
Sumber:
- Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan Perdata Umum dan Perdata Khusus, Buku II, Edisi 2007, Mahkamah Agung RI, Jakarta, 2008, hlm. 90-92.
- Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan Perdata Umum dan Perdata Khusus, Buku II, Edisi 2007, Mahkamah Agung RI, Jakarta, 2008, hlm. 90-92.
Subscribe to:
Posts (Atom)